Monday, April 22, 2013

Ada Banyak Ibu Diantara Kita

Baru saja kita meninggalkan tanggal 21 April 2013. Keterlaluan rasanya jika tidak tahu itu hari perayaan seorang pejuang wanita, Raden Ajeng Kartini.

Kali ini aku tidak akan curhat tentang seorang Raden Ajeng Kartini, tetapi akan berbagi cerita tentang wanita-wanita yang menjadi panutan dalam hidupku.

Yang pertama tentu saja Ibunda tercinta. Beliau, sosok yang penuh talenta. Berkarir di luar rumah dan di dalam rumah sebagai seorang Ibu, dilakoninya dengan penuh tanggung jawab. Beliau juga sosok yang cukup terkenal di antara koleganya. Itu dikarenakan Bundaku pintar memasak, pintar berjualan baju, pintar menjahit, menyulam, merangkai bunga, membuat berbagai art-craft. Yang tak kalah pentingnya, beliau juga memiliki talenta di bidang dakwah dan mengaji. Selain kesibukannya sebagai seorang wanita karir, semasa berkarir beliau sering dikirim ke berbagai kota mewakili kantornya sebagai qori'ah.

Beliau bahkan mengalahkan rasa takutnya terbang sendirian ke Jepang untuk memenuhi undanganku mengenal Jepang (2004) dan ketika membantuku ketika lahiran anak kedua (2008) . Kisah tentang ini pernah kuikutsertakan dalam lomba menulis tentang Ibu di Gramediapustaka dan menjadi satu salah satu yang terbaik.




Kini di usia senjanya, beliau memiliki begitu banyak aset berupa bangunan dan usaha kecil yang mampu membuatnya tetap enerjik. Istilahnya gaulnya, NELI-nenek lincah. Namun di atas itu semua, beliau semakin men'gila' dalam urusan dakwah dan mengaji. Tidak mengenal kata lelah, beliau selalu menyempatkan diri untuk pergi menggali ilmu agama. Lalu ilmu yang diserapnya, dibagikannya cuma-cuma kepada lingkungan sekitarnya. Subhanallah, aku bahagia sekali memiliki Ibu yang di usia senjanya mengisi hidupnya demi sang Khalik tercinta, Allah swt.

Aku merasa beruntung tung tung punya Ibu seperti beliau. Ingin belajar mengaji dengan tajwid atau dilagukan, ada Ibu disampingku. Ingin belajar memasak, menjahit, menyulam, atau apa saja, tinggal duduk manis rapi di sampingnya. Bagiku, beliau adalah panutan. Namun sayang, aku masih jauh jika harus disandingkan dengan kemampuan-kemampuan beliau itu. Belum ada kepintaran yang menempel di tubuhku. Belum sempurna kemampuanku mendalami agama.

Namun, kata pepatah 'buah jatuh tak jauh dari pohonnya' sedikit banyak menempel pada diriku. Dengan menjadikan beliau panutan, aku diusiaku yang masih muda (39 tahun, masih muda kan?), ada banyak langkah-langkah beliau yang kujalani di usia muda. Misalnya sebagai pengusaha wanita tapi tetap sambil ngemong anak di rumah. Anak dan rumah tangga tetap menjadi prioritas. Usaha-usaha yang kujalani, bisa kukontrol lewat online, atau kopdar sekali sebulan dengan karyawan yang juga tidak banyak jumlahnya.

Selain Bunda kandungnku, ada seorang wanita lain yang berpengaruh dalam kehidupanku. Tak perlu kusebutkan nama beliau, tetapi ada banyak ilmu dan wejangannya yang tersimpan rapi dalam lubuk jiwaku.

Bundaku yang ini bukan bunda kandung. Beliau hadir dalam kehidupanku, karena pertemanan antar keluarga. Ayahku selalu mewanti-wanti, bahwa beliau dan suaminya adalah orangtuaku juga. Sejak aku mampu mengingat dan mengenali apa-apa yang beredar di sekitar tubuhku, wajahnya sudah menempel begitu saja. Kemana pun aku pergi, berpindah kota, tumbuh besar menjadi seorang remaja, Bundaku yang ini rasanya selalu ada. Padahal tidak serumah, bahkan tidak sekota. Tetapi, bayang-bayangnya seolah terus mengikutiku. Melindungiku dari jauh.

Banyak momen berharga dalam hidupku dan keluarga besarku dihadiri olehnya. Banyak cerita di antara aku dan Bunda 'angkatku' ini. Tidak sedikit yang boleh kami sebut 'rahasia'. Sebagai wanita dewasa, aku pernah melewati fase remaja hingga dewasa. Masa-masa gaul, tentu saja ada. Masa-masa di mana ada ketidakcocokan pendapat dengan orangtua. Biasanya Bunda 'angkatku' inilah yang menjadi penjembatan.

Dia tak pernah mengadu domba aku dan orangtuaku ketika kami bermasalah. Bahkan beliau sering menyadarkanku, arti orangtua yang sebenarnya. Dia jugalah yang selalu mengerti apa mauku, ketika ada masa-masanya orangtua kandungku tidak sepaham. Tetapi tidak ada yang salah dengan hubungan ini, toh semuanya mengarah kepada kebaikan.

Ketika kini beliau terbaring sakit, kakiku reflek berangkat menjenguknya. Meski pun jarak kami berjauhan. Menatap matanya, air mataku bisa berlinang. Mendengar suaranya yang lembut dan penuh wejangan, aku pun bisa menangis tersedu-sedu. Namun, ketika Bunda 'angkatku' sedang gelisah, ragu, galau, aku menggenggam tangannya dan mengatakan 'kita akan melewati ini semua'.

Lalu ada lagi Bundaku yang ketiga. Dialah mertuaku. Kesederhaan hidupnya. sifatnya yang bersahaja, selalu rendah hati dan selalu dikangeni para anak dan menantu untuk curhat, adalah sosok ideal seorang mertua.

Namun, beliau tetap seorang Ibu yang juga punya batas kesabaran, ada masanya mengeluh karena beliau pun manusia. Berdekatan dengan mertua membuatku merasa bukan seorang menantu, tetapi anaknya sendiri.

Yang ingin kucontoh dari Ibu mertuaku adalah, kesederhanaan hidupnya di kala usia senja. Tidak perlu punya puluhan baju cantik yang tersembunyi di balik lemari. Cukup sejumlah tujuh hari dan itu dipakai berulang kali.

Ibadahnya pun sangat khusus. Jika aku menginap di rumahnya, hati ini pasti kebat-kebit. Karena aku tak mau memalukan diriku sendiri. Bunda mertuaku ini selalu bangun tengah malam untuk tahajud.

Peran beliau terhadap kehidupan para putra-putrinya tidak hanya sebagai seorang ibu, tetapi juga 'ibu merangkap nenek' bagi para cucu. Ketika para anak menantu terjebak pada keterbatasan ruang dan gerak mengurus anak-anak sendiri, Bunda mertua siap melayani. Jadi, Bunda mertuaku ini seperti seorang wanita yang tak henti-hentinya merawat bayi hingga besar dan kembali ke pangkuan para orangtua yang menitipkan. Beliau paling bersedih jika para cucu lupa mengerjakan ibadah.

Beliau muara dari kesuksesan para anak dan cucunya. Kesemua anaknya sukses, berpendidikan tinggi, dan bertutur kata santun. Persis seperti beliau.

Aku cinta mereka bertiga. Karena ketiganya istimewa.

Apakah ada bunda-bunda tercinta di sekitarmu, sahabat?

Bandung, 23 April 2013

7 comments:

keke naima said...

Mbak rasanya seneng bgt klo kita dikelilingi para Bunda yg menjadi inspirasi ya :)

nchie hanie said...

woow senengnya punya Bunda seperti itu, salam hormat but beliau..

Hehe..aku ga deket sama Mamaku, jadi biasa aja tuh, ga punya cerita pula hiks
Kaloa da yang cerita tentang Bundanya suka melow hiks..

Aku lebih deket sama Mama Mertua :D

bundayati.com said...

Alhamdulillah, ketika scrolling di KEB bunda bisa menemukan link ini. Setelah bunda klik ternyata postingan yang bagus tentang seorang bunda/ibu. Kebanggaan yang tiada tara apabila kita masih memiliki seorang ibu kandung. Curahkanlah kasih sayangmu dengan caramu, walaupun kau berjauhan. Sekedar say "hello" sudah sangat mujarab menambah semangat seorang ibu. Believe it or not.

bestfriend said...

Mak Myra, makasiiih banyak udah mampir. Ia Mak, bahagia sekali.

bestfriend said...

Nchie Hanie (bacanya gimana sih?), senangnya dikunjungi. Kenapa bisa nggak dekat? Karena ngekos ya...hahaha.

Jangan melow *nyodorin tissue.

Mbak Yati Rachmat, terima kasih atas apresiasinya. Ia benar, kalau masa remaja ada banyak masalah dengan Bunda kita, maka sekarang pun kita masih bisa belajar untuk membahagiakannya.

Rin said...

Haru mbacanya.. Layaknya beliau.. semoga kita nanti juga bisa menjadi demikian berarti untuk anak2 kita ya mba'.. :')

bestfriend said...

Halo RIN, salam kenal ya.

Benar sekali. Kita bisa mengambil hikmah dari semua orang di sekitar kita.