Monday, April 22, 2013

MERAIH IMPIAN STUDI KE JEPANG

Pada tanggal 19 April dan 21 April 2013, telah diadakan 'Japan School Fair 2013' (JFS '13) di dua kota, yakni Bandung (ITB) dan Jakarta (Universitas Atmajaya). Di dua tempat itu, aku berkesempatan bekerja sebagai penerjemah.

Ini adalah pengalaman pertama bagiku bekerja sama dengan klien di bidang pendidikan. Sebagai penerjemah, aku banyak berkenalan dengan klien yang datang ke Indonesia untuk berbisnis.

Acara JFS ini diselenggarakan oleh JIN (Japan Indonesia Network) dan NBC (Nihon Bunka Center) yang berkantor di Bandung. Allah swt membuka kesempatan ini kepadaku lewat informasi yang disebarkan pihak NBC melalui milis Komunitas Alumni Indonesia Jepang (KAJI, berkantor di Jakarta).

Acara di buka dengan penampilan (calon idol baru) dari negeri sakura. Nama grup girl-band ini VERGE. Kalau dibrowsing, kelompok ini masih sepi pemberitaan. Namun, di lokasi pameran penampilan mereka yang dinamis, kompak, berkostum semi ninja dengan baju bermotif kimono dan melantunkan beberapa lagu dalam bahasa Jepang mampu menyedot perhatian pengunjung. Bahkan salah seorang timku, Ms. Yamabayashi-san sampai naik kursi hanya untuk melihat penampilan mereka. Maklum, di depan stage, berdesak-desakan para pengunjung yang rata-rata anak muda.

Photo: VERGE-idol baru dari jepang (bentar lagi ngetop kali yee)

Pada hari pertama, pengunjung membludak tak terbendung. Ada sekitar 14 stand yang diwakili oleh berbagai lembaga pendidikan dari Jepang. Dua adalah berstatus universitas, sisanya lembaga kursus bahasa Jepang (di Jepang) dan sekolah kejuruan.

                   

Aku dipercaya mendampingi tim dari Universitas Shizuoka (universitas negeri yang berlokasi di kota Shizuoka). Kali ini mereka datang untuk mempromosikan program baru, yakni NIFEE. Program ini ditujukan:
1. Bagi lulusan SMA yang berminat ke bidang Engeneering (saja).
2. Setara S-1, dan
3. Wajib bisa berbahasa Jepang dengan 3 kategori.
     3.1. Lulus EJU dengan skor tes matematika dan IPA (kimia & fisika) masing-masing dengan 
            skor 120/200. Untuk mata ujian Bahasa Jepang harus berhasil meraih skor 200. 
     3.2. Lulus Nihongo noryoku shiken (JLPT) tingkat N1, N2 or N3. Jika memiliki N3 saja, maka
            minimum skor 135 dan mendapat rekomendasi dari guru bahasanya.
     3.3. Memiliki sertifikas TOEL, IELTS dengan skor masing-masing (bisa dibrowsing di
            websitenya  shizuoka university).
4. Jika tidak memiliki persyaratan tersebut, jalan yang harus dilalui adalah ikut ujian yang ditentukan
    di fakultas tersebut.
5. Pelamar harus berdomisili di Indonesia.
6. Harus lulus SMA dan berusia 18 tahun ke atas.
                           

Para pengunjung rata-rata berusia SMA dan sudah berkuliah S-1. Diantara mereka sesekali tampak para ayah atau ibu yang turut datang mendampingi.

Untuk peminat yang sudah berstatus mahasiswa, mereka bertanya tentang cara aplikasi ke program Master (S2) atau research student. Sayangnya, persyaratan memiliki kemampuan bahasa Jepang (yang menurut saya pribadi cukup berat), menjadi kendala paling besar. Wajah-wajah kecewa mereka tidak bisa ditutupi lagi. Sayang sekali rasanya melihat keinginan itu harus terjegal oleh persyaratan tersebut.

Dari pihak universitas sendiri, tidak memberikan kemudahan di bidang bahasa Jepang. Artinya para peminat harus benar-benar memiliki kemampuan berbahasa Jepang. Hal ini dikarenakan, perkuliahan disampaikan dalam bahasa Jepang.

Namun, sebenarnya tidak cukup hanya mampu berbahasa Jepang. Keharusan memiliki dasar-dasar ilmu yang berkaitan dengan masing-masing fakultas yang diminati, juga penting.

Pertanyaan yang juga sering muncul adalah:
1. Ada beasiswa?
2. Bagaimana dengan kehidupan di sana? Berapa biaya apartemen, dll.
3. Bisa kerja part time?
4. Sebagai muslim, bagaimana kalau mau salat, dll.

Pertanyaan seperti ini ditanyakan juga oleh pengunjung di hari kedua penyelenggaraan. Bedanya penyelenggaraan di Jakarta dan di Bandung, di Jakarta ini pengunjungnya sangat sedikit. Padahal durasi pameran berlangsung full, 8 jam. Sedangkan di Bandung hanya 5 jam dengan jumlah pengunjung mencapai angka 700 orang.

Menurut para sensei di stand tempatku bekerja, dari tahun ke tahun mereka menjadi salah satu pengisi pameran ini, memang selalu terjadi gap besar pada pengunjung. Jika pameran diadakan di Jakarta maka, sepi sekali. Hal ini dikarenakan, di Jakarta sering sekali digelar pameran pendidikan Jepang serupa. Meski pun EO penyelenggaranya berbeda. Sedangkan di daerah (Bandung, Surabaya, Yogyakarta), pengunjung akan datang membludak. Tetapi pada akhirnya, dari pengunjung yang datang, pengunjung Jakarta jugalah yang serius mendaftar. Hal ini dilatarbelakangi oleh kemampuan finansial para orangtua.

Animo generasi muda di tanah air untuk bisa kuliah di luar negeri, memang tidak bisa dipandang sebelah mata. Sudah tak terhitung lagi generasi Indonesia yang lulusan luar negeri, sekembalinya ke tanah air meraih posisi penting dalam masyarakat. Setidaknya, lebih mandiri, berwawasan cerdas dan banyak yang berani membuka usaha sendiri tanpa harus bersandar ke perusahaan-perusahaan multinasional dan internasional.

Generasi seperti inilah yang sangat diperlukan bangsa. Mampu menciptakan inovasi baru, tak segan meraih masyarakat lapisan menengah ke bawah untuk maju bersama.

Melihat, mendengar dan menjawab beragam pertanyaan yang masuk dari pengunjung, aku seolah bercermin pada diriku 17 tahun yang lalu. Sama seperti mereka, ingin rasanya bisa pergi ke tanah sakura itu. Sebuah impian yang jauh dan mustahil untuk diwujudkan. Sebab, banyak kendala untuk ke sana, khususnya finansial. Ditambah lagi,  kala itu (tahun 1997), informasi yang aku butuhkan masih minim.Baik dari dosen-dosen di kampus lama, atau melalui media tulis dan social media online.

Namun Allah swt berkehendak lain tentunya. Mimpi itu jadi kenyataan. Bukan hanya sehari, dua hari aku menginjakkan kaki di negeri sakura. Tapi ternyata hari-hari selama 10 tahun kulewati di sana, hingga dua buah cinta pun lahir di sana.

Untuk menjawab minat generasi muda Indonesia meraih impian kuliah ke Jepang, aku dan teman-teman yang memang 'mantan' pelajar di Jepang telah menelorkan buku yang pas untuk itu.
Ini dia:

Photo: Ini buku antologi yang memuat pengalamanku survive hidup di Jepang. Hari ini ikut aku ke Jakarta, untuk dipamerkan di Japan School Fair (nebeng lapaknya Universitas Shizuoka). Semoga diijinkan si pemilik lapak. Ini mengantisapasi serbuan pertanyaan dari pengunjung tentang know how pergi kuliah ke Jepang (mengenai cara cari beasiswa, living cost di sana, dll). Mohon doanya bagi para kontributor tulisan di buku ini.


Buku ini diterbitkan oleh LPPH (imprit Mizan), tahun 2011. Bersifat fiksi, namun berisi sejumlah fakta yang benar. Berisi kumpulan cerita dari 14 orang pelajar Indonesia yang menempuh dunia perkuliahan di Jepang. Ada yang lewat jalur beasiswa, dan non-beasiswa (bekerja paruh waktu atau 'arubaito'). Sebagian menempuh pendidikan mulai dari langsung S-2 hingga S-3. Sedangkan aku, melalui jalur kursus bahasa Jepang dulu di sana baru melanjutkan kuliah. 

Alhamdulillah buku ini laris manis tanjung kimpul. Bahkan kalau tidak salah best seller. Yang lebih menggembirakan, kisahku berjudul 'Pelajar 1/2 TKI' sudah dikembangkan menjadi skenario film dan insha Allah akan dilaunching di bioskop sekitar lebaran 2013 ini (sumber sutradara).

Seperti yang sudah kuduga, bahwa isi buku ini tak lekang oleh tahun. Pasti bisa dipakai oleh banyak generasi. Dari kakak ke adik, dari adik ke anak-anak, ke tetangga dst. Insha Allah bermanfaat sebagai pegangan.
-Sekian-

Ini penampakanku sebelum mulai bekerja. Dress code: batik. Lokasi: Fair di Aula Timur- ITB hari pertama.

        

1 comment:

Unknown said...

TFS Mba Novi,
zutto ganbarimasyou... Kalau nanti bisa ikut mengarahkan ke Padang, kita coba kondisikan mengadakan pamerannya dikota kami. Sejauh ini dalam bungkasai, peminatnya cukup tinggi

Shizuoka univ katanya ada talkshow di Padang di hari kedua Bunkasai di UNAND, sy tidak sempat hadir, jadi tidak tahu apakah dr tim yang sama :)