Wednesday, May 02, 2007

Nihongo Gakko...ohh..riwayatmu kini

Udah lama sebenarnya ingin curhat tentang satu hal, tapi nggak terlaksana aja. Kebetulan hari ini sejak pagi udah kepikiranmau nulis, eh curhat. Dipaksain ah...mumpung Alma lagi bobok . Yang mau dicurhatin tuh sebenarnya rada ruwet dan kayak benang kusut. Nggak tau deh selesai ngebaca ini, sahabat2 pembaca (ciee..)ikutan kusut. Hehehe..jangan ampe kejadian deh.
Isi curhatku berawal dari tahun 1996 (**tring..tring..melayang-layangseperti time mechine). Aku berangkat ke Jepun tuh lewat program 'nihongo gakko'. Hmm..simpelnya, semacam sekolah bahasa Jepang. Selevel kursusan di atas dikit tapi dibawah sekolah tinggi..mungkin loh!soalnya nggak pernah ngecek ke Dikti-Jakarta. Cumaaa..yang bikin program ini menarik adalah, setiap calon siswa ntar di Jepun bisa kerja. Cari duit sendiri, dan diberi gambaran dengan uang itu bisa ngebiayain sekolah dan kehidupan sehari-hari. Siapa coba yang nggak kepengen. Info program ini aku dapat karena aku dulu mahasiswi sastra Jepang-D3 Unpad. Sebelum aku ikutan program ini, udah banyak senior bahkan teman seangkatanku yang nekat pergi dan ninggalin kuliahnya di Unpad. Kalo aku sih termasuk tipe manusia yang cuek cuek beibeh..cuek tapi rada butuh gituuu...Temen-temen pada kebelet berangkat, mosok aku nggak...hihih. Terus aku diskusiin sama ortu, boleh nggak nih berangkat. Tahun itu, ekonomi Indonesia belum hancur. So, biaya keberangkatan cuma 9 jt aja. Itu udah include: tiket pesawat ke Jepang (one way), administrasi ini itu masuk sekul, and biaya hidup 1-2 bulan pertama di Jepangnya nanti. Kebayang nggak sih, dengan uang segitu bisa brangkat ke negeri papan atas, yang kabarnya suseeeeh buat sekolah apalagi tinggal di sana. Kesempatan ikut program ini dulu sangat dibatasi, hanya untuk orang yang kuliahnya di sastra Jepang. Boleh di Unpad, bolehdi tempat lain. Pokoke, nyang megang hak untuk program ini UNPAD!. Ingetin ya: cumaUNPAD!.

Prosesnya rada belat belit...tapi nggak usah diceritain deh bikin bad memory kubalik aja. Dan bisa ngegosipin para dosen yang terlibat deh. Yang pasti: aku makasih banget udah diurusin ke Jepang.
Aku nunggu sekitar setengah tahun, akhirnya dinyatakan lulus seleksi dan brangkatnya tgl 7 April 1997. Nggak ada ujian untuk ikut program ini, hanya perlu ngisi formulir yang buanyak banget. Berisi data2 kita-calon siswa dan setelah diisi akan dikirim ke 'nihongo gakko' yang dituju. Lalu diproses, di cariin'ortu angkat', dan kalo 'ortu angkat' bilang: Yes, bisa deh brangkat. Jadii..dulu itu keberangkatan calon siswa tergantung banget ama ada tidaknya calon orang tua angkat. Tentunya juga dokunya ada or tidak.

Akhirnya aku sun papa, mama di airport sambil berjanji nggak akan ngerepotin beliau-beliau soal financial selama aku kuliah di Jepang...(ciieee kuliah bo!). Aku juga janji ke papa, bahwa selesai kuliah bahasa ini, aku ngelanjutin ke universitas. Kan aku baru punyai jazah D-3 sajah dari Unpad, nah mumpung sekolah ke Jepang sekalian aja ke universitas, ngelarin sarjana...gitu. Dulu itu semuanya terasa simpel..pel. Oya, program sekolah bahasa ini lamanya 1,5 atau 2 tahun. Selama itulah semua siswa nggak boleh pulang. Kenapa nggak boleh pulang?...setelah nyampe di sana, terus ngejalin hidup, aku baru tau makna nggak boleh pulang itu. Bukannya nggak boleh pulang, tapi...nggak bisa pulang. Duitnya dari mana jeng!.
Awal hidup disana aku ngerasa mulus2 aja. Baru seminggu nyampe, udah dapat part time. udah dapat kerjaan. Tapi ada teman-teman yang brangkatnya bareng ke Jepang yang susah dapat kerjaan. Banyak yang ngeluh karena kerja di Jepang tuh nggak bisa nyantai. Sambil kerja ngobrol dikit aja ditegur. Mesti berdiri berjam-jam, nggak boleh duduk. Emang di Indonesia! nyang kalo kerja sambil ngobrol!. Tapi, bisa jadi di Jepang juga keterlaluan,maksudku kayak robot...kerja serius banget. Senior ku di Jepang yang juga datang dengan program ini banyak banget yang kini berhasil. Baik yang memilih menetap di Jepang untuk bekerja, atau yang kembali ke tanah air.
Program ini seperti 'madu' yang dikerubungi lebah. Bunga yang saripatinya diminati serangga. Program seperti ini kini menjamur, baik di Indonesia maupun di Jepang sendiri. Yang tumbuh subuh di tanah air adalah pihak-pihak yang menjadi 'loket' penawaran hingga pengurusan untuk mengikuti program ini. Sedangkan di Jepang sendiri, terutama di wilayahTokyo, Shizuoka, Gifu, Kyoto, Nagoya dan Gifu, bermunculan sekolah-sekolah bahasa Jepang seperti tempat aku sekolah dulu. Kemunculan 'petugas loket' dan 'pihak sekolah bahasa' ini dibarengi dengan bertambahnya peminat dari tanah air. Sampai waiting list bo!. Tapi bagi yang berduit, siapa cepet dia dapat deh. Biayanya sekarang minimal 45 juta loh (wuuihh...takuut).

Kalo dulu (setauku), hanya UNpad (dalam hal ini universitas) yangmengurusnya. Tapi kemudian muncul pihak-pihak yang berkedok 'yayasan anu' yang bisa menjembatani program ini. Kemudian peminat yang mendaftar tidak harus bisa berbahasaJepang, siapa saja boleh. Dari tamatan SMA hingga hingga 35 tahun. Yang berusia lebih dari35 tahun meng'akali' usianya dengan bikin KTP palsu (beneran loh!). Nah yang menjadi masalah besar saat ini ada 3:
1. Biaya keberangkatan yang sangat besar. Rata-rata menjadi minimal 45 juta.
2. Tujuan sekolah di Jepang. Banyak sekali sekolah-sekolah baru yang manajemen sekolahnya buruk sekali, hingga lebih mementingkan memeras uang para siswa daripada mengajar siswa-siswa itu dan mencarikan kerja paruh waktu yang seharusnya menjadi andalan program ini. Banyak sekali yang mengumpat, marah-marah karena merasa tertipu dengan program ini, kemudian memutuskan lari menjadi imigran gelap.
3. Pihak yayasan yang hanya bertujuan meraup uang sebanyak-banyaknya. Padahal perlindunganterhadap para siswa yang terlantar (baik dari segi pendidikan, maupun tidak mendapatkan pekerjaan) tidak diurus dengan baik. Dianggap: itu sih urusan loe!. Pahitnya lagi, beberapa orang pemilik yayasan ini adalah orang yang bekerja di Kedubes RI-Tokyo! Rasanya sama aja seperti menyelundupkan TKI-ilegal berkedok siswa.

AKu prihatin banget dengan perkembangan nihongo gakko sekarang ini.AKu bisa menulis ini karena aku pernah terlibat di dalam pengurusan pengiriman siswa-siswa tersebut.Sekitar tahun 2005 (masih di tanah air), aku ditawari untuk bantu-bantu sebuah yayasan untuk program ini. Kebetulan nyang punya yayasan aku kenal keluarga. Dengan pemilik yayasannya sendiri belum pernah ketemu muka, tapi tau crita-critanya dari ortu dan sanak saudaranya. Plus karena dulu senior di SMA,rasanya udah yakin aja kalo tujuan program ini bakal baik.
Ternyata eh ternyata, nggak semulus itu. Aku berbusa-busa kepada semua calon siswa yang aku temui. Aku bilang bahwa program ini baik, bisa bikin kita mandiri. Aku bisa crita detail ke calonsiswa/peminat karena aku juga dulu pernah menjalani program seperti ini. Sayangnya kebanyakan dari para siswa yang ikut akhirnya terlantar di Jepang. Tepatnya di kota Gifu,Nagano dan wilayah bagian Tokyo. Sekolah-sekolah yang dituju ternyata masih amatiran. Mereka dijanjikan dapat part-time, tapi bohong habis. Semua siswa mengeluhkan hal ini kepada pemilik/pengurus yayasan (termasuk kepadaku). Aku mati-matian mendiskusikan cara melindungi para siswa, tapi pemilik yayasan tidak brani bertindak lebih jauh. Akhirnya aku pukul genderang perang kepada pengurus yayasan dan keluar dari usaha itu. Aku merasa telah membohongi para siswa. Duuuh hujatan para siswa terasa seperti akan melemparkanku ke neraka. Aku tidak berdaya. Pemilik yayasan pun tidak lagi perduli. Abis sudah dayaku untuk melindungi mereka. Jumlah siswa yang terlantar terlalu banyak. Ada yang akhirnya lari dari sekolah dan menjadi imigran gelap. Ada yang visanya tidak diperpanjang, lalu dipulangkan. Ada yang bertahan melanjutkan ke institut yang aku ragukan keberadaannya. Tapi....kondisi seperti ini pasti tidak akan berhenti sampai di sini.

Aku sering mendiskusikan hal ini kepada seorang guruku di nihongo-gakko yang lama. Kebetulan guruku ini sudah jadi kepsek sekolah itu. Dia, sebagai seorang pendidik sekaligus pengurus sekolah merasakan hal yang sama seperti yang aku alami. Katanya, akhir-akhir ini pengiriman siswa ke sekolahnya tidak lagi seperti di angkatanku. Banyak sekali siswa yang akhirnya tidak sekolah dengan serius. Hanya sibuk bekerja, mengumpulkan uang dst. Akibatnya pihak sekolah ditegur oleh pihak imigrasi, karena terpantau banyak sekolah yang siswanya bekerja paruh waktu dengan jumlah waktu kerja yang melanggar UU kerja di Jepang. Kata beliau lagi, semuanya bisa jadi kusut begini karena pihak pengirim dari Indonesia tidak lagi mementingkan kualitas calon siswa, tapi hanya kuantitas. Kuantitas = money.
Sayang sekali program sebagus ini kini tidak lagi terjaga. Banyak sekali manfaat ikut program ini. Tapi karena kondisi ekonomi Indonesia yang kian jelek, sehingga banyak sekali calon siswa yang datang dengan uang terbatas. Bahkan ortu-ortu mereka mengusahakan uang keberangkatan dengan calon pinjam sana pinjam sini. Akibatnya para siswa sibuk membanting tulang untuk mencari uang. Lelah batin dan fisik. Akhirnya, uang yang didapat di Jepang hanya habis dipakai untuk melunasi hutang-hutang itu.Waktu untuk belajar pun berkurang. Apalagi tenaga untuk berfikir sudah terkuras karena bekerja mati-matian.
Semoga program ini tidak terlalu membusuk. Aku sendiri merasa bersyukur karena aku sudah punya hubungan baik sekali dengan guruku itu. Beliau mengatakan, apabila ada saudaraku (terutama yang kandung) akan kuliah di sekolah itu, bisa langsung mengirimkan formulir. Tidak perlu lewat yayasan anu atau Unpad. Setidaknya aku bisa merasa aman karena aku yakin sekolahku dulu itu sangat-sangat berpihak kepada para muridnya. Sehingga murid-muridnya pun bisa bersekolah dengan baik. Kalaupun ada saudaraku yang bersekolah di situ, insya Allah akan diperhatikan dan dididik dengan baik seperti aku dulu.
So, kalau ada dari rekan-rekan yang pernah mendengar program seperti ini, hati-hatilah memilih yayasan yang menjembataninya. Sebaiknya pilihlah program yang diurus oleh sebuah universitas. Karena resikonya lebih kecil. Cuma, waiting listnya itu akan jadi kendala. Yang sabar mungkin akan tidak merana.

6 comments:

Anonymous said...

salam dari shizuoka... smpe skarang makin banyak loh yg ikut program smacam itu...

Anonymous said...

waduh padahal saya pengin ikutan program seperti ini..gemana ya..?ada referensi ga ..?

ragilt.net

Unknown said...

bisa minta email atau alamat FB nggak? kalau boleh banyak hal yang ingin saya diskusikan...thanks

joniiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii said...

mbak,tolong saya direkomendasikan dong mbaksaya mohon.hubungi say di:syahroniyulis@yahoo.com

joniiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii said...

teh novi yang baik hati.saya tunggu balasan emailnya.bbrapa hariini saya nuggu konfirmasi dari teh novi.saya khawatir email saya di spam atau tdak trkirim.mohon konfirmasinya teh.atas waktu dan kbaikan yg dberikan saya ucapkan banyak terimakasih.



roni yori

Zep_nurdiana said...

nihonggo gakko yang bagus tempat mbak dulu menuntut ilmu di daerah mana mbak ? saya juga berminat skali untuk mngikiuti program ini...
niat saya ingin mengecheck dulu nihonggo gakko nya krena saya skrang sdang brada di jepang sbagai kenshusei...!!
mohon di balas ya mbak....