Sunday, November 19, 2006

Aku dan Bahasa Jepang

Hari ini usiaku bertambah lagi 1 tahun. Kalau dari pandangan mata sebagai muslimah (penganut agama Islam), maka usiaku berkurang 1 tahun dari yang Allah swt tentukan. Sekarang aku berusia 33 tahun. Alhamdulillah, karena mataku masih terbuka, nafasku masih ada untuk mengemban tugas hari ini dari sang pemberi nyawa.

Di usia ini aku ingin menulis tentang pertemuanku dengan Bahasa Jepang.Ini mungkin kesempatan yang baik untuk berbagi cerita kepadateman-teman dimana pun berada.

Sebenarnya cita-citaku adalah menjadi dokter. Usaha untuk mewujudkan cita-cita ini sebenarnya sudah ada. Sejak SMA aku sudah memilih jurusan biologi, dan alhamdulillah aku memang menyukai ilmu biologi. Pemikiranku sangat gampang dan sederhana, bahwa untuk bisa jadi dokter ya belajar biologi. Ketika ikut ujian UMPTN, rasanya aku pun punya kepercayaan diri. Untuk melatih kemampuan diri di bidang biologi, selain belajar serius di bangku sekolah, aku pun ikutan kursus ini itu.

Di saat orang lain sibuk ikut ujian di berbagai universitas swasta, sebagai antisipasi kalau-kalau gagal di UMPTN, aku tidak termasuk diantara mereka.Aku tidak terlalu mementingkan hal itu, dan aku baru tahu bahwa aku adalah manusia yang sombong. Merasa yakin bisa lulus ujian UMPTN dan targetku hanyalah Fakultas Kedokteran Unpad, Bandung. Wuiih...saat itu mana ku tahu kalau fakultas ini termasuk yang diminati oleh seluruh muda-mudi se Indonesia.

Mamaku bilang, garis keturunan keluarga kami tidak ada yang cenderung menguasai ilmu pasti seperti fisika, kimia dan biologi. Kebanyakan di bidang sejarah, bahasa dan ilmu diluar ilmu-ilmu pasti. Jadi mamaku merasa aku tetap harus coba ikut ujian di universitas swasta lain, jangan hanya cukup yakin bisa masuk Unpad. Tapi saat itu aku tidak terlalu memusingkan kekhawatiran mama. Bila aku bisa duduk dijurusan biologi SMA, itu cukup jadi bukti kalau sebenarnya aku punya kemampuan dibidang 'eksak'.

Respon papaku lain lagi. Beliau adalah tipikal ayah yang percaya kepada pilihan anak-anaknya. Papa tidak pernah memaksakan kehendak, mesti jadi apa kelak. Nasehat papa kepada kami yang terus kuingat adalah, 'Kalian bebas memilih jalan hidup, tapi bertanggungjawablah terhadap pilihan itu. Tugas orang tua adalah menyediakan fasilitasnya'. Maksudnya kala itu adalah,kalau aku ingin sekolah maka bersekolahnya dengan baik dan sesuai dengan isi hati. Sedangkan tugas papa dan mama adalah menyediakan dana untuk pendidikan kami.Kata papa lagi, 'menuntut ilmu itu adalah wajib dan merupakan tanda beriman kepada Allah swt'.

Kepercayaan papa kepada anak-anaknya yang membuat aku semakin 'besar kepala?'.Bukan salah papa, tapi memang aku adalah tipikal anak yang 'keras hati'.Itu penilaian mama loh. Kekerasan hati inilah yang kelak menjadi bekalku menempuh hidup di Jepang. Ternyata kekerasan hatiku, keseriusan diriku belajar untuk jadi dokter, tidak cukup untuk membuktikan bahwa aku mampu lulus UMPTN. Namaku tidak tertera sebagai peserta yang lulus ujian.

Semua kekerasan hatiku menjadi lelehan air mata, segukan demi segukan tangisan memenuhi isi kamarku.Kesombonganku untuk tidak mendaftar ikut ujian di universitas swasta tinggal jadi penyesalan. Aku pontang panting mendaftar ke berbagai tempat, tapi semua sudah telat. Rasanya aku adalah anak yang paling malang didunia. Harga diriku terbanting. Aku tak punya wajah untuk diperlihatkan kepada teman-teman se-SMA,teman-teman sepermaian, terutama kepada kakak dan adikku.

Mama memang benar. Aku malu hati. Hanya elusan tangan papa dan mama di kepalaku ketika isakan tangis tak jua reda yangjadi sandaran tulang punggungku yang terasa sudah lunglai. Papa tidak bersuara,mama tidak marah, beliau berdua tidak mengomel. Tidak mengatakan apa-apa, tapi mengajakku mencari informasi program kuliah apa saja di luar sana. Akhirnya aku memilih ilmu manajemen keuangan, bahasa inggris dan akuntansi di salah satu lembaga pendidikan diploma satu.Inilah awal sayap di punggungku berkembang.

Sungguh menyenangkan berkuliah di situ. Memang tidak bisa jadi kebanggaan apabila ditanya, 'kuliahnya di mana?'. Aku bahkan cenderung menutup-nutupi identitasku.Tapi sebenarnya aku sangat-sangat menikmati ilmu-ilmu yang kupelajari di situ.Aku belajar pembukuan, praktek menjadi sales barang-barang, juga belajar bahasa inggrisuntuk dunia bisnis. Satu tahun ku lalui dengan menyenangkan. Isi kelasku hanya 12 orang.Salah satu dari temanku adalah Diky Chandra, yang sudah jadi artis drama di Indonesia.Siapa yang menyangka, bahwa ilmu-ilmu ini akan muncul kembali mewarnai kehidupanku kelak. Menjelang lulus, mama bertanya lagi...berikutnya aku mau bagaimana?.Aku masih ingin kuliah, karena dengan ilmu yang sedang kutempuh itu pasti tidak cukup untuk mencari kerja. Tapi aku tidak tertarik lagi dengan dunia kedokteran.Setelah gagal di UMPTN aku tidak melatih diriku dengan ilmu-ilmu pasti yang diperlukan untuk ikut ujian tahun berikutnya. Jadi aku tidak mau 'setengah-setengah'. Berilmu pun tidak, mau coba-coba ujian yang sama. Hidup itu harus punya tujuan.

Akhirnya aku memutuskan untuk memilih jurusan bahasa. Mungkin teori mama tentangkemampuan keluargaku harus dipertimbangkan. Lagi pula setelah melewati 3/4 tahun di program diploma I itu, aku baru sadar dan punya 'feeling' bahwa dunia bahasa akanlebih menyenangkan. Tapi permasalahannya, aku tidak tertarik belajar Bahasa Inggris.Apalagi Bahasa Jerman, Perancis, China, apalagi sastra Indonesia. Entah bagaimana akhirnya ada kesempatan aku mengenal kata 'Sastra Jepang'. Kosa kata ini aku peroleh ketika aku mencari informasi tentang fakultas dan jurusan sastra di Unpad. Kenapa di Unpad?. Karena Unpad masih jadi 'papan nama' untuk mencari kerja nanti.

'Mau jadi apa nanti dengan belajar Bahasa Jepang?'. Lagi-lagi mama gelisah denganpilihanku. Tapi, lagi-lagi aku merasa yakin dengan pilihanku. Alasannya gampang,yakni rasanya keren kalau membaca buku bertuliskan huruf aneh di angkot. Kalau bacabuku bertuliskan 'how are you', 'my name is...' di dalam angkot, lalu orang yang duduk di sebelah melongok buku yang kubaca, pasti tidak ada kesan hebat. Nah, sekarang bayangkan kalau yang aku baca itu buku dengan huruf-huruf yang tidak bisa dibaca oleh orang lain.Pasti orang-orang akan terkesan!!. Hehehehhe....membayangkannya saja sudah membuatku melayang-layang seperti burung. Hidungku sudah mengembang...

Mama tetap khawatir dengan pilihanku ini. Mama sarankan cari pilihan lain juga, tapi aku adalah aku. Tetap keras kepala (?)!. Tapi untuk menyenangkan hati mama, aku tidaklupa mendaftarkan diri di universitas swasta. Waktu itu aku yakin bahwa kali ini pasti lulus, karena aku tidak ikut ujian UMPTN. Hanya ikut ujian diploma tiga, Jurusan Sastra Jepang UNPAD. Persyaratannya gampang. Hanya ikut ujian Bahasa Inggris, Sejarah, dan bayar uang pembangunan agak besar sedikit. Waktu itu uang yang (uang papa)bayar hanya 500 ribu. Itu standar paling bawah dari kelipatan yang ditetapkan pihak universitas. Huuh...ini pun bagian dari kesombonganku?.

Ketika tiba waktu pengumuman kelulusan, aku bangun pagi-pagi dan sudah ribut carikoran Pikiran Rakyat-Bandung. Sambil deg-degan, aku telusuri nomor per nomor, mencarinomor ujianku. Dan ada!!!........kutunjukkan kepada mama, sambil merasa sayap di punggungku berkibar-kibar mengangkat tubuhku dari pijakan bumi. Respon seluruh keluarga tidaklah buruk.Tapi juga tidak terlalu menggembirakan. Aku yakin semuanya berusaha sensitif dengan kegembiraanku. Padahal mungkin biasa-biasa aja. Mungkin di kepala mama, adalah bagaimana setelah lulus aku nanti. Kala itu Bahasa Jepang tidak terlalu 'bergema' di tanah air. Udah capek-capek kuliah kalau akhirnya susah cari kerja, pasti akan jadi pemikiran orang tua lagi. Tapi aku tidak rasakan semua itu. Yang ada adalah bahwa aku senang sudah lulus. UNPAD pula!.Yang terpenting aku senang bahwa aku lulus di bidang ilmu yang ingin kupelajari. Mungkin, bila setahun lalu aku lulus ujian UMPTN di bidang kedokteran, beginilah rasanya ya!.

Pilihanku tidak salah. Belajar Bahasa Jepang itu menarik. Menarik sekali. Kalau di diploma tiga tidak terlalu belajar ke-sastra-an, tapi lebih ke ilmu praktis.Belajar sastra Jepang itu di tingkat S-1. Sedangkan di D-3 lebih kepada penggunaan bahasa Jepang untuk dunia kerja, dunia pariwisata, lebih kepada penggunaan keseharian. Teman-teman seangkatanku sangat-sangat enerjik. Aku duduk di kelas A. Anggota kelas ku itu adalah'manusia-manusia' yang super rajin, super bersemangat, super pinter. Semua berlombauntuk menguasai bahasa Jepang dengan baik. Yang punya IPK diatas 3,5 tidaklah sedikit. Hampir 95% dari isi kelas!. Yang dapat IPK 4 pun sekitar 5 orang. Cobalah bayangkan bagaimana menyenangkan berkuliah di saat itu.

Tahun pertama aku kuliah, masih belum ada gejala baik di dunia luar yang berhubungan dengan ilmu baruku.Semua berjalan tenang, tanpa riak. Tapi tahun ke-2, tiba-tiba muncul trend drama Jepang. Yang pertama kaliadalah tampilan drama 'Tokyo Love Story' di saluran tv Indosiar. Sebenarnya siapapun tahu, bahwa kita kenaldrama OSHIN. Hanya saja entah kenapa drama baru ini jadi angin segar bagi masyarakat Indonesia, tidak kalahmenarik daripada drama Oshin. Bersamaan dengan itu muncul animasi tv seperti 'Sailor Moon'. Buat aku dan teman-teman yang belajar Bahasa Jepang, adalah kesempatan untuk melatih kosa kata yang kamipelajari. Waktu itu drama Jepang tidak di-dubbing ke Bahasa Indonesia-seperti sekarang.Di kampusku sendiri, mahasiswa jurusan Bahasa Jepang jadi pusat perhatian. Jadi mahasiswa sastra Jepang saat itu adalah yang paling keren. Kami tidak ragu-ragu berbahasa Jepang di depan banyak orang, walaupun itu sedang berada di kantin, duduk-duduk di depan kelas, dalam bus, di mana saja. Pokoknya keren banget deh.Impianku baca buku dengan bahasa Jepang di dalam angkot pun jadi kenyataan.

Sekarang aku begitu merasakan manfaat dari ilmu yang kukuasai. Bahwa ilmu bahasa asing yang kusandang bisa menjadi 'jendela' untuk melihat dunia luar.Aku bisa datang ke Jepang, bisa beradaptasi dengan orang Jepang, bisa menjadi sumber penghasilan,bahkan sudah bisa mengajar pula untuk orang lain.

Tapi untuk menguasai sebuah ilmu bahasa seperti yang aku miliki saat ini bukanlah pekerjaan mudah.Sangat menguras tenaga dan pikiran. Juga memerlukan waktu yang tidak sedikit untuk panen.Tak terasa sudah 13 tahun lebih aku berkecimpung dengan Bahasa Jepang. Banyak 'hasil panen' yang kunikmati saat ini. Mamaku pun sekarang menjadi fans setiaku apabila ada anak muda yang mengutarakan niatnya ingin belajar Bahasa Jepang kepadaku. 'Biar bisa seperti Teh Novi', begitu mama selalu membanggakan diriku. Kunci untuk menguasai bahasa asing adalah latihan, latihan, latihan. Selain itu kalau memungkinkan adalah belajar ke luar negeri, tempat asal mula bahasa asing yang kita pelajari itu. Mungkin seumur hidup aku akan berlatih untuk mengasah ilmuku ini lewat berbagai cara. Aku ingin ilmuku tidak berhenti di sini.Aku ingin bisa menyebarkan ilmu yang merupakan amanah dari Allah swt ini.Agar banyak generasi muda di tanah air bisa melihat dunia lain seperti yang aku alami sekarang.

Belajar sebuah ilmu bahasa bukanlah pilihan yang buruk. Percayalah, bahwa ilmu bahasa, apapun itu jenisnya adalah penting buat hidup kita.Orang lain sering cemburu dengan kemampuan bahasa Jepangku. Tapi percayakah teman,bahwa aku pun salut dengan orang-orang yang memiliki ilmu bahasa indonesia. Mengapa begitu?.Karena aku banyak sekali berkecimpung dengan dunia kerja terjemahan. Setiap mengerjakan terjemahan,aku sangat-sangat memerlukan kemampuan menguraikan makna yang dimaksud ke dalam Bahasa Indonesia.Aku merasa saat ini aku perlu belajar ilmu editing Bahasa Indonesia. Berbahagialah kaum muda yang memiliki kemampuan berbahasa asing, dan juga yang berkecimpung dalam dunia editing di tanah air. Begitu banyak buku-buku asing yang diterjemahkan ke dalam bahasa kita lalu di edit dengan baik. Semua itu tak lain agar siapa pun bisa mengambil makna yang tersurat dalam kalimat-kalimat asing.

Aku masih perlu banyak belajar untuk menguasai Bahasa Jepang. Karena bagiku 'Bahasa adalah Jendela Dunia'.

9 comments:

Irmayanti Nugraha said...

Mbak, aku juga punya latar belakang ilmu bahasa, tapi sayang sekarang gak termanfaatkan. Baca tulisan ini, jadi pengen cari jalan agar ilmu yang pernah ada bisa berguna. Makasih sharingnya.

Anonymous said...

Dear mbak Irma.

Salam kenal ya.
Seneng deh mbak Irma mau jenguk blog ku. Apakah tau dari flp milis?.

Boleh dong kita kenalan lebih dalam, biar tujuan blog ini menambah sahabat bisa terwujud.

Apakah ada yang bisa aku bantu untuk 'membuka jalan yang mbak lagi usahakan?'

-novi-

Anonymous said...

Teteh.. sumpah ceritanya hampir mirip ma aku. Niat masuk FK Unpad malah nyasar ke Nihongo Gakka... tapi aku skarang kerja gak nyambung banget, jadi Technical Support di perusahaan telekomunikasi selular kayak NTT Docomo/ KDDI gitu bagian programming HP inject & setting internet hahahaha.... Jadi nihongo-nya dah nguap.

btw aku juga ikut milis FLP loh.
Duuh kok jadi addict baca blog Teteh ya hahahaha..... abis ceritanya seru2 sih :)

Anonymous said...

halo mbak novi, salam kenal dari seorang yang baru saja memulai belajar bahasa jepang :)

saya sangat termotivasi ketika membaca tulisan mbak ini.

saya sendiri dari kecil ingin sekali menjadi programmer, hingga akhirnya saya masuk kuliah diploma teknik informatika.

tapi ternyata saya merasa ga cocok disitu, selain karena saya merasa otak saya ga kuat, juga saya malas berlama2 duduk di dalam ruangan di depan komputer..

dari dulu saya sangat suka jepang, tapi kesempatan untuk belajar bahasa nya jarang saya temui.

hingga saat ini, saya masih belajar bahasa jepang secara autodidak, dengan buku minna no nihonggo yang saya beli dari toko pasar loak, hehe.

saya ingin sekali meneruskan kuliah ke jurusan sastra jepang. tapi d Malang hanya ada di UB dan sangat mahal...

ada d3 di universitas swasta, tapi kebetulan bukan universitas terkenal, jadi mikir2 lagi deh..

saat ini saya sedang berusaha untuk bisa berangkat ke jepang melalui jalur magang, biarpun jadi kuli tak mengapa, asal bisa ke Jepang, hehe.

rencana kalau sudah bisa ke Jepang dan kembali ke indonesia, saya ingin mempelajari bahasa jepang lebih dalam, dengan dana yang saya dapat dari sana. karena saat ini memang saya tidak punya cukup kemampuan dalam segi finansial untuk kuliah di sastra jepang..

terima kasih atas tulisan nya mbak :)

Anonymous said...

Salam kenal Mbak
aku murid yang akan lulus
sekarang saya sedang mencari jurusan yang tepat.
aku sebagai penggemar budaya jepang punya beberapa option jurusan salah satunya sastra jepang.
aku ingin bertanya apakah susah mencari pekerjaan bila masuk sastra jepang?

Anonymous said...

saya sangat termotivasi dengan tulisan mbak, saya juga mahasiswa jurusan bahasa jepang, tapi yang pendidikan...tahun pertama di jurusan ini sangat memusingkan, bagaimana tidak, saya belum pernah sedikitpun mengenal bahasa jepang, eh ternyata pas SPMB ketrima di jurusan ini. mudah-mudahan saja, saya bisa menjdi orang yang "from zero to hero"....

miRu rAdEn said...

ass.wr.wb.. salam kenal, nama saya miru..
dari dulu aku sukaaa skali dengan hal" yg berhubgan dgn jepang. saya ingin skali kuliah d jurusan sastra jepang, karna saya pikir mgkn saya bisa k jepang dan mgkn jga kerja d sana. tapi orangtua dan kakak" saya bertanya 'klo msuk sastra jepang ntar kerjanya jd ap?' saya bingung hrz jwb ap. nah skrg saya ingin bertanya, klo masuk sastra jepang ntar krjanya ngapain aj?trz susah g cari krjany? heu.. makasih.. ^^

sri loviana said...

Assalamu"alaikum mb...aq sri pengeeeeen banget ke jepang,aq lulusan keperawatan kemenkes RI padang mb,pegen jd perawat di jepang,mw tanya gimana caranya mb????

makasih
Wassalam

Unknown said...

ceritanya wow bngt,, memotivasi