Monday, October 30, 2006

Open House.....(Ied Mubarak)

Hallo semua sahabat-sahabatku...
IED MUBARAK 1427 H
Taqabballahu minna waminkum
Wakullu `amin wa antum bikhair
Shiyamana wa shiyamakum

Bagaimana suasana lebaran di masing-masing tempat?.
Pelaksanaan lebaran di kota Sapporo jatuh pada tgl 24 Oktober 2006.Jam 06.30 pagi, aku dan kang Diky udah jalan pagi menuju mesjid yang letaknya kurang lebih 30 menit dari rumah kami. Dengan baju lebaran baru kiriman mama dari Bandung, kami berdua bergandengan tangan sambil melafazkan 'Allahu Akbar Allahu Akbar Allahu Akbar...Laa Ilaa Haillallah Huuallahu Akbar...Allahu Akbar Walillaa Hillam' .Alangkah indahnya pagi yang sebenarnya dingin itu.

Beragam jenis kebangsaan muslim dan muslimah, tua dan muda berkumpul di mesjid.Saling khusyuk mengucap takbir.Selesai beribadah kepada Allah swt, sesama muslim dan muslimah yang hadir saling berucap Ied Mubarak dan mohon maaf lahir batin .

Open house pagi hari di Sapporo diselenggarakan oleh keluarga Pak dan Bu Subeki.Sedangkan kami berdua membuka pintu rumah dan memanjangkan tali silaturahmi dengan warga Indonesiadi malam harinya.Kali ini aku berkesempatan mencoba buka warung sate padang dan lontong sayur.Alhamdulillah semua ludes..sampai-sampai sebenarnya ada teman-teman yang nggak kebagian sate padangmade in keluarga Diky..Semoga di lain waktu bisa icip-icip buatan kami.


Bulan Ramadan kali ini bagiku adalah bulan penuh intropeksi. Baik secara pribadi maupun berdua dengan suami terhadap Allah swt.Sangat sedih mengetahui bahwa Ramadan tahun ini telah selesai.Karena ibadah saum kali ini bagiku tidaklah berhasil 100%.Banyak sekali kekurangan-kekurangan yang telah terbuat.Semoga Allah swt memberi perpanjangan usia kepada kami berdua,agar masih bisa meningkatkan kualitas ibadah saum di bulan Ramadan berikutnya.

Autum...From Sapporo with Love





Dear sahabat-sahabat tercinta di mana pun berada........
Apa kabar?

Mau berbagi kebahagiaan.
Jalan-jalan sore di hari minggu, bersama suami dan calon baby .
Sambil ngabuburit (alhamdulillah kami lagi puasa sunnah syawal).
Sekalian mau belanja persiapan keperluan calon bayi (hehehe..belajar jadi new-parents)


Menyaksikan keindahan lukisan autum di dalam kampus Hokkaido University memang bikin hati senang.
Tiada mampu melukiskan ketakjuban terhadap penciptaan alam
oleh Allah swt,Yang Maha Kuasa.
Manusia hanya bisa mengetengahkan indahnya autum
lewat cat dan kanvas..

Tapi hanya Allah swt yang sanggup menampakkannya di depan mata kita.

Selamat menikmati laporan pandangan mata dari Sapporo

Wednesday, October 25, 2006

Cerber: Pagar hati dan raga (part 2...)

Aku ingat ketika berusia 18 tahun, kelas 3 SMA di kota Bandung. Kebetulan sedang libur sekolahan. Aku mencari kegiatan positif mengisi liburan yang panjangnya 30 hari. Kemudian pilihanku jatuh pada kegiatan mentoring agama yang diselenggarakan di Mesjid Salman, ITB. Setiap pagi jam 8 hingga jam 12 siang, kadang lebih,aku sudah ada di mesjid. Bersama kurang lebih 10 orang muslimah lain dalam satu grup, kami dibimbing oleh kakak mentor. Kami belajar mengaji, dan membahas hal-hal yang berkaitandengan agama Islam.

Suasana di mesjid ini begitu Islamy. Islamy dalam pemandangaku kala ituadalah para wanita memanjangkan jilbabnya, para pria hampir semuanya berpakaian 'koko'.Semua saling menjaga pandangan mata, tidak ada yang berdua-duaan. Bahkan ketika berbicara satu sama lain pun, tidak saling berpandangan.Beda sekali dengan kehidupan remaja umumnya, yang saling senggol tangan ketika bercanda,saling menatap penuh makna ketika bertukar bahasa. Sungguh terasa bedanya.

Di dalam dan di sekitar taman mesjid tampak banyak pemudi dan pemuda yang tampak tunduk memandang Al Quran sambil berkomat-kamit. Di sisi lain tampak grup-grupmentoring.

Aku sendiri dikala itu hanya menggunakan kerudung. Tidak berjilbab penuh. Pergi dan pulang dari mentoring, biasanya aku lepas. Adab berpakaianku pun biasa-biasa saja.Kadang-kadang pakai rok panjang, kadang-kadang pake celana kain atau jeans panjang.Kemeja pun selalu berlengan panjang.Setidaknya aku merasa aku tau bagaimana pantasnyamasuk ke dalam mesjid. Kondisi ini berlangsung hingga 10 hari pertama. Hari ke 11, aku mulaimerasa ada yang tidak nyaman dalam diriku. Aku selalu memperhatikan teman segrup dalam berpakaian.Dari 10 orang hanya 2 orang yang seperti aku. Selebihnya berpakaian longgar, dan berjilbab panjang.Aku mulai gelisah dengan pola berpakaianku. Di rumah aku bergegas membongkar koleksi bajuku.Siapa tau ada yang bisa dibuat lebih Islamy. Akhirnya berhasil juga aku membuat beberapa koleksibaru, baju muslimah lengkap dengan jilbabnya. Hanya saja ada suatu kebimbangan dalam diriku, yakniapakah aku sanggup berjilbab keluar rumah?. Sesuatu yang belum pernah kukerjakan. Aku sering melihat ibuku yang berjilbab. Tapi aku dan 2 saudariku tidak ada yang mengikuti ibu. Kami layaknya generasidengan pola berpakaian western. Tapi tidak sampai pada penampakan 'udel' dan 'tulang panggul'. Ayahku sangat cerewet soal pakaian....

Hari ke 12, aku coba juga menggunakan jilbab. Rasanya aneeeh sekali. Rasanya semua mata menatapku disepanjang perjalanan pergi dan pulang ke Salman.Padahal mungkin tidak ada yang peduli dengan ku. Toh aku bukan artis, apalagi orang terkenal.Tapi aku merasa jengah, dan tidak nyaman.

Kakak mentorku tersenyum lebar melihat perubahanku hari ke 12 itu.Mbak Nurul namanya. Sebenarnya pernah ada percakapan pribadi antara aku dengannya soal berjilbab.Dia bertanya, "mengapa belum berjilbab, Novi?". Aku hanya menjawab, "belum siap mbak"."Kalau ditunggu siap tidaknya maka kebanyakan tidak siapnya loh", begitu teori mbak Nurul. Aku hanya tersenyum, tidak tau harus membalas dengan teori apa. Yang pasti aku mulai senang dengan profil baruku, seorang muslimah berjilbab. Ada rasa segar mengalir seperti aliran air di tenggorokan yang sangat dahaga.
(berlanjut...)

Cerber: Pagar hati dan raga (part 1...)


Dari Surat Al-Ahzab Ayat 59:Hai nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin, 'Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnyake seluruh tubuh mereka'. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untukdikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampunlagi Maha Penyayang.

"Apa bedanya kamu dan dia". Pertanyaan ini selalu muncul dari orang Jepangkalau melihat aku dan sahabatku-Gita-yang berjilbab. Aku hanya tercenung, bingung mencari jawaban yang tepat. Selama 4 tahun aku menetap di negeri sakura ini, selalusaja pertanyaan itu timbul tenggelam. Mengombang-ambingkan hatiku, membuatku galau.

"Kalau Novi -san itu hatinya belum baik, kalau saya sudah".Kata-kata ini tercetus 10 tahun yang lalu dari rekan kerjaku-mbak Wati. Dia lontarkan kata-kata ini dalam bahasa Jepang yang tertatihketika suatu hari atasanku bertanya "apa bedanya Novi-san dan kamu". Penjelasan mbak Wati ini membuatku geram sekali.Dia berjilbab, sedangkan aku tidak. Aku belum berjilbab sama dengan hatiku belum baik???.Tega sekali dia berkata begitu. Tapi aku kembali tercenung,tidak menemukan kata-kata balasan yang baik untuk itu.
Dua hal ini selalu membuatku berfikir keras. Kejadian 10 tahunlalu membuatku berusaha menemukan jawaban yang baik. Semacam pencarian diri.......apa benar aku ini belum tergolong muslimahyang tidak baik?
Aku memutuskan berjilbab ketika kehidupanku di Jepang memasukitahun ke 5,dan kala usiaku beranjak ke angka 28 tahun. Tepatnya tahun 2001. Selama 4 tahun sebelumnya kehidupanku di negeri ini aman-aman saja. Kehidupanku hanya terfokus untuk 2 hal besar, yakni kuliah dan bekerja paruh waktu untuk menghidupi diriku dan membiayai perkuliahanku. Kemampuan bahasa Jepangku pun sangat-sangat memuaskan. Aku mampu lebur ke dalam masyarakat Jepang. Kenalanku di Jepang sangat banyak. Aktifitasku pun tidak kalah banyak dengan orang Jepang yang terkenal work-aholic. Tidurku sehari cuma 4 jam. Selebihnya kuliah, bekerja, kuliah, bekerja, bersosialisasi. Begitu seterusnya.

Sampai suatu ketika aku menemukan bahwa hidupku begitu gersang. Betapa 'garing'nya kehidupan di Jepang ini. Garing tapi tidak gurih, seperti tempe goreng yang gampang kita temui di tanah air. Sekelilingku sangat-sangat menerimaku sebagai bagian dari mereka. Mereka rajin memuji kemampuan adaptasiku di Jepang.Aku dipanggil kesana-sini untuk menerangkan tentang Indonesia, atau sebaliknyaaku diundang untuk mengenal kebudayaan Jepang yang sangat mereka bangga-banggakan. Semua bilang, semua memuji akan kecerdasanku meleburkan diri ke dalam kehidupan masyarakat Jepang. Sampai-sampai aku bekerja untuk Pemda Kyoto di unit Hubungan Internasioanl. Tapi kenapa aku malah merasa gersang?, kenapa aku merasa garing?.

Aku bertanya kepada Allah swt suatu malam. Aku menangis. Aku merasa hatiku hampa. Sebenarnya ibadahku sehari-hari tidak jelek. Tidak pernah aku tinggalkan ibadah fardhu. Ibadah sunnah, mengaji ku pun lancar.Padahal kalo di Indonesia, ada-ada saja alasanku untuk mengelos dari kewajiban-kewajibanitu. Padahal di Jepang ini tidak pernah kudengar suara azan, tidak pernah kutemui wanita-wanita berjilbab, bahkan aku terbiasa dengan teman-teman pria sebangsaku yang terbiasa meninggalkan kebiasaan sholat jumat karena alasan sibuk. Fenomena yang berbedadengan kondisi di tanah air. Mesjid bertebaran, azan selalu berkumandang, barisan laki-lakiyang pergi dan pulang dari sholat jumat, wanita-wanita berkerudung, anak-anak pergi mengaji.Ya Allah apa yang kurang dalam diri ini????. Berilah aku petunjuk. Mengapa hatiku selalumenjerit tidak senang.

Berbulan-bulan setelah aku menjerit kepada Allah swt tentang kondisi jiwaku. Allah swt mulai menunjukkan kepadaku jawabannya. Selama berbulan-bulan aku dihadapkan pada pertanyaan: "Apa yang membedakan kamu dan dia"?. "Kalian sama-sama Islam, tapi dia menutup kepalanyasedangkan kamu tidak". "Dia berpakaian serba longgar, tapi body-linemu selalu saja nampak"."Sepertinya islam itu tidak menentu yaaa....". Itu kata-kata yang selalu dipertanyakan oleh orang-orang Jepang di sekelilingku. Menusuk jantungku, membuatku mati rasa...membuatku sedih terhadap kenyataan ini.

Orang Jepang itu tidak pernah plin plan. Mereka biasa mengikuti rule yang sama untuk semua orang. Pengemudi mobil harus tau aturan lalu lintas,tapi penyebrang jalan pun harus mengikuti aturan lampu lalu lintas yang jelas. Sampai pada masalah etiket di kantor, bawahan dan atasan, senior dan junior, semuanya jelas.Mau naik elevator aja ada aturan posisi atasan dan bawahan itu sebaiknya berdiri di mana.Mau tuker tukeran kartu nama aja mesti tau posisi yang sopan. Duduk didalam taksi pun harus tau atasan dimana, bawahan di mana,senior mu dimana dan dirimu dimana. Semua terus berjalan bertahun-tahun, generasi ke generasi.Tidak ada yang mempertanyakan rule itu, karena dibuat praktis dan tidak berubah.Berkat rule yang konsisten ini, orang Jepang dikenal sebagai masyarakat yang disiplin.Patuh pada aturan. Tidak berusaha merubah peraturan yang ada. Kalau ada yang menyimpang dari aturan yang ada, maka dianggap aneh dan dikucilkan dari kelompoknya.

Kalau di jalanan dan kita bertabrakan dengan orang lain,maka antara si penabrak dan yangditabrak akan saling meminta maaf dan saling tarik ulur bahwa yang salah itu dirinya.Beda dengan di Indonesia, "mate-nye ditaruh di mana neng???".

Aku terus mencari jawaban yang baik atas kegelisahan diriku.
(berlanjut...)

Tuesday, October 17, 2006

Hari baik, bulan baik


Hari ini Sapporo ceraaaahhhh banget.
Matahari bersinar terang dan sangat hangat...
Warna langit biru mengundang kalbu

Rumah udah bersih...juga rapi
Setrikaan yang numpuk bak gunung pun udah tersembunyi di rak baju
Bunga hasil ikut ujian Ikebana hari minggu lalu terpajang di ruang depan

Menambah indahnya suasana pagi ini



Pengennya masih bersembunyi dibalik selimut,
memanjakan diri dan calon bayiku
Tapi apa daya mesti nyiapin menu berbuka hari ini
Menu hari ini special loh...
Sate padang, lontong ati ayam dicampur sayur
Plus ikan balado hijau dan krupuk

Rencananya menu-menu itu akan disajikan pada open house iedul fitri di rumah kami
Hari ini test terakhir..apakah layak ditampilkan or tidak (ehem
)

Hari baik, bulan baik, cerah pula
Secerah hatiku...tralala..trilili

"Oh burung-burung nyanyikanlah...
Katakan padanya aku rindu...."

foto2: burung dan langit di atas laut Otaru-city