Saturday, September 01, 2007

Operasi Ceasar (1)

Aku ingin bagi pengalaman ketika menjalani proses persalinan hingga keputusan menjalani operasi ceasar. Banyak orang berpendapat bahwa, kalau melahirkan itu yang 'bener' adalah yang spontan atau normal. Sering ada kesalahpahaman mengenai para ibu yang melahirkan cesar, seolah dianggap tidak melalui perjuangan. Kalau ada yang tau bahwa aku melahirkan Alma melalui ceasar, tanpa disadari si orang itu akan merendahkan nada suaranya. ""Ooo ceasar...."".

Tgl 1 Desember 2006 jam 23.00, tiba-tiba air ketuban pecah.
Air panas mengalir deras keluar seperti pipis. Untung saat itu akang sudah pulang dari kampus. Bahkan kami sempat bercengkrama menjelang tidur. Tapi belum juga sempat terpejam mataku, tiba-tiba aku kebelet ingin pipis. Biasanya kalau usia kehamilan sudah 8 bulan, keinginan pipis akan semakin tinggi. Itu akibat rahim yang "bengkak" sudah menekan jalur rahim.
Diantara rasa cemas, bingung, deg-degan, aku dah geer duluan loh. "Ah, bentar lagi bakal ngelahirin nih". Akang pun yang udah tau kemungkinan ketuban pecah pada ibu hamil terlihat sangat tenang. Alhamdulillah persiapan kami kalo tiba-tiba harus rawat inap pun dah matang. Tas berisi peralatan-peralatan yang dipersiapkan untuk dibawa ke rumah sakit pun, sudah tinggal ditenteng saja.
Sesampainya di rs yang kami pilih untuk melahirkan, aku langsung diperiksa. Suster jaga saat itu sudah menyakini semuanya bahwa memang air yang keluar adalah ketuban. Penyebab ketuban pecah bisa karena banyak hal. Aku langsung masuk ke ruang khusus dan dipasangi alat deteksi jantung bayi. Aku dipantau hingga dini hari,ternyata, kontraksi nggak ada...kalaupun ada cuma bentar, dan itu pun kayaknya bukan kontraksi yang seharusnya.
Tgl 2 Desember 2006.
Lewat dari 24 jam, bukaan cuma 2 cm, without any contraction at all. Tapi deg-degan banget...soalnya ada harapan di hatiku semoga ada rasa sakit di perut. Untungnya setelah air ketuban pecah, penanganan yang dilakukan oleh para suster sangat baik. Aku diberi tablet penghenti air ketuban dan untuk menghindari adanya interaksi dengan bakteri dari luar.

Tgl 3 - 4 Desember 2006.
Lewat dari 36 jam tetap nggak ada tanda-tanda. Ruang kamar tempatku menginap ampe berubah 2 kali. Dari kamar pre-bersalin/bumben shitsu (bhsnya doraemon nih), ke ruangan pasien khusus tipe 2. Yang tadinya dilengkapi peralatan super lengkap..kap untuk deteksi jantung bayi, dll ke kondisi tanpa alat apa pun. Hanya diganti dengan alat deteksi jantung yang bisa dibawa-bawa. Sampe para suster yang giliran ngecek bilang gini: "kayaknya si jabang bayi belum mau keluar nih". Nah loh!!!....Yang terpikir olehku adalah, kalau nggak pecah ketuban mungkin dah disuruh pulang.
Berhubung tidak ada bukaan yang berarti akhirnya aku dipasangi alat perangsang. Dari alat kelamin dimasukkan pipet (lumayan panjang loh), yang ujungnya menggelembung. Dalam gelembung itu diisi obat perangsang agar terjadi bukaan di rahim. Alat ini dibiarkan sekian jam. Apabila keluar dengan sendirinya, maka dianggap gagal---tidak ada bukaan. Ini terjadi pada diriku.....hiks deh.
Rasanya secara mental aku mulai kalah. "Duuh anakku kapan nih keluar..kok ya tenang-tenang aja nduk...".Perut yang berat, bikin hatiku juga semakin berat. Mulut komat kamit nggak brenti berharap kepada Allah swt, mohon supaya calon bayi nggak kenapa-kenapa di dalam rahim. Kalau di Bandung kali udah dibeset dari awal yaa. Khawatir sang bayi keracunan air ketuban. Tapi di sini beda, bagaimana pun calon ibu akan diarahkan dan diupayakan biar lahiran normal.Pipet gagal, kemudian mulai besok hari diputuskan untuk diinduksi.


(bersambung)

No comments: