Friday, May 03, 2013

[Review] FILM '9 SUMMERS 10 AUTUMS' (dari kota apel ke big apple)


Assalamu'alaykum wr wb.
Halo para pecinta film. Hari ini Nobar film judulnya di atas. Nah, bagi yang penasaran aku bagi ya hasil laporan pandangan mata.

Siapa yang belum baca novel '9 Summers 10 Autums'. Novel ini ditulis oleh Iwan Setyawan. Isinya tentang pengalaman dia sebagai anak tukang angkot yang hidup pas-pasan, ternyata dengan ketekunannya belajar dia bisa menembus kota Big Apple, New York.

Aku sudah membacanya sekitar setahun yang lalu. Secara pribadi aku memang menyukai novel yang 'ada isinya' dan 'menginspirasi'.

Nah, pas dua hari yang lalu  ada poster nonton bareng film ini yang dipasang di pintu masuk Indomaret dekat rumah, langsung saja pesan 3 tiket. Pengennya pesan 5 tiket, untuk aku, suami dan tiga anak. Tetapi, pas lihat jadwalnya untuk wilayah Bandung hanya ada tanggal 3 Mei dan jam 12 siang. Itu jatuhnya hari kerja, jumat pula. Suamiku ya tidak bisa mabur! Bukan mabur dari tugasnya di kantor, tapi kewajibannya sebagai laki-laki muslim.

Akhirnya, aku, Alma (si sulung) dan Tiara (si tengah) pergi bertiga. Awalnya kami sudah datang sejam sebelum acara nobar dimulai. Kami datang ke Bioskop di Chiwalk (Bandung lah), sesuai dengan pesan iklan. Anehnya ternyata di situ nggak ada! Kata mbak-mbak penjual tiket nonton di sana, acara nobarnya pindah ke Bandung Indah Plaza. Ya Allah, sampai deg-degan. Waktu itu jam sudah 11:54. Padahal acara nonton dimulai jam 12 teng. Sambil mewanti-wanti dua bocahku untuk lebih gesit mengikuti langkah-langkah bundanya yang setengah terbirit-birit, kami naik angkot. Taksi tidak ada, ojek apalagi. Maklum lagi pada salat jumat. Untung nyampe juga di BIP. Itu pun dengan hati ikhlas, kalau telat ampe sejam. Kasihan ngeburu-buru anak-anakku yang langkah kakinya masih pendek-pendek.

Nyampe di situ, OMG, ternyata jam tayang digeser jadi jam 14:35. Mantap deh! Bersyukur karena tidak telat, tapi jadinya bengong dong hampir 2 jam. Alasan pihak panitia, ada renovasi bioskop di Chiwalk, dan perubahan tempat acara sudah mereka woro-woro di twitternya official mereka. Alamak! Itu mah salah aku dewek. Maklum tahu ada nobar aja dua hari yang lalu. Nggak sempat merhatiin alamat twitter or fb official mereka. twitter @9S10ATheMovie. FB: 9 Summers 10 Autums The Movie

Ya bersyukur. Akhirnya salat duhur tidak hilang, anak-anak pun masih bisa main.




Tepat jam 14:35, tontonan pun dimulai. Oya sebelum itu, aku minta tanda tangan Dira Sugandhi, artis Bandung yang bermain di film ini sebagai tokoh Isa, Kakaknya Iwan. Dan sempat bincang-bincang dengan salah satu anggota tim producernya. Buat masukan juga ke aku.

Pemain
Pemain utama dalam film ini diperankan oleh Ihsan ‘Idol’ Tarore Film ini diperkuat oleh sederet aktor dan aktris ternama antara lain: Dira Sugandi, Alex Komang, Agni Pratistha, Hayria Faturrahman, Dewi Irawan. Selain itu juga diperkuat bintang pendatang baru, Shafil Hamdi Nawara sebagai Iwan kecil. 

Ini reviewku ya:

Cerita dimulai dari kisah tokoh utama Iwan Setyawan (diperankan oleh Ihsan ‘Idol’ Tarore) yang baru tiba di kota big Apple, New York. Tampangnya culun, penampilannya sangat sederhana. Ketika dia naik kereta, dia menemui musibah. Seorang pria negro merampas dompetnya. Iwan dewasa tak bisa berbuat apa-apa. Sifatnya memang lembut. Saat itu tampak Iwan ketakutan besar dan berjongkok di lantai kereta tak berdaya. 

Lalu kisah pindah ke tahun 1974, ketika ia lahir ke dunia. Kelahirannya ternyata sudah ditunggu-tunggu oleh sang Bapak. Bapak memang sudah menginginkan anak laki-laki dari rahim istrinya. Sebelum Iwan lahir, sudah ada dua kakaknya. Keduanya perempuan. Salah satunya Mbak Isa, anak tertua yang kelak menjadi salah satu pendukung Iwan untuk maju dengan mengalah untuk tidak kuliah.


Cerita berpindah-pindah dari masa Iwan kecil, ke masa Iwan dewasa di New York.


Beberapa poin penting yang aku catat:

1. Iwan kecil yang dipanggil 'Bayek', dididik penuh kelembutan oleh Ibunya. Ia tumbuh jadi anak yang tidak seberani laki-laki pada umumnya. Misalnya, Bayek tidak berani melawan temannya yang membullynya. Ia juga tidak berani duduk di kelas pada hari pertama sekolah dasar. Dia maunya Ibu selalu mendampinginya. Bayek juga sempat lari dari panggung karena canggung. Saat itu dia terpilih mewakili sekolahnya untuk mengikuti lomba menyanyi Porseni. 

2. Ketekunan sang Bapak. Bekerja sebagai supir angkot, telah membuat Bapak gerah melihat Bayek malah memilih duduk di dapur hendak membantu Ibunya memasak. Bapak menarik Bayek dan menyiramkan air berkali-kali ke badannya seraya berkata,"harus jadi lanang (laki-laki), harus jadi lanang (laki-laki)." Namun, dibalik ke'garangan' sang Bapak, ternyata diam-diam sifat gentle dan ingin membahagiakan anak lanangnya justru sangat besar. Misalnya, ketika Bayek ingin sepeda BMX, sang Bapak mencarikan sepeda untuknya. Meski pun dia mampu membeli sepeda bekas yang sudah karatan. Di lain momen, Bapak menentang Iwan muda untuk kuliah ke IPB. Dia khawatir kalau dia meninggal, Iwan tak ada di rumah, maka bagaimana nasib Ibu dan empat saudaranya. Namun keteguhan hati Ibu mendukung Iwan jadi orang berpendidikan, akhirnya mengalahkan hati Bapak. Bahkan Bapak diam-diam menjual angkotnya seharga 6 juta, lantaran dia melihat coretan kalkulasi pengeluaran Iwan jika kelak kuliah di Bogor.


Momen-momen seperti ini membuat kesan mendalam dalam diri saya sebagai penonton, sekaligus orangtua.


3. Iwan dewasa tumbuh jadi anak yang santun, tidak pernah berkata keras kepada orangtuanya, berkeinginan kuat untuk lepas dari kemiskinan, dan yang paling hebat adalah Iwan tak lupa pada akarnya. Yakni, keberhasilannya menjadi Direktur di New York, adalah karena muara cinta kasih Bapak dan Ibunya yang tak bertepi. Selain itu Iwan juga selalu ingat kepada keempat saudaranya yang rela tak kuliah, hanya agar uang rumah tangga bisa dialihkan untuk membayar uang kuliah Iwan di IPB.


4. Film ini bergulir dengan untaian visualisasi yang pelan dan tidak terburu-buru. Jadi enak sekali menikmati ekpresi Iwan ketika ia keterima bekerja di New York. Atau ketika semasa kecil, dia sangat memendam beragam keinginan untuk memiliki benda-benda seperti teman-teman sebayanya.


5. Adegan pada film ini menggambarkan Iwan dewasa berdialog dengan sosok dirinya berseragam SD. Menarik sekali cara penyampainnya. Misalnya, Iwan dewasa bertanya pada Bayek, "Kamu ngapain ada di New York sini?" Bayek menjawab,"Ibu, Mas, Ibu. Ibu kangen dan khawatir padamu." Padahal itu dirinya sendiri.


6. Iwan mendedikasikan kehidupannya yang telah sukses itu untuk Bapak. Tentunya saja kesucian hati ibu dan keempat saudarinya tak pernah dia lupakan.


7. Satu poin saja dari aku sebagai pembaca. Bahwa, keberhasilan manusia bukan semata karena kemampuannya. Karena di atas itu kita punya Allah swt yang meridhai usaha kita. Hal ini tampaknya kurang tersampaikan ke dalam film. 


8. Sepanjang film bergulir, banyak filosofi-filosofi Iwan yang bagus untuk disimak. Misalnya:

8.1. Cinta Bapak dan Ibu bagai samudra tak bertepi.
8.2. Masa lalu itu jangan ditakuti, tapi untuk dimengerti dan dipahami. 
8.3. Kesuksesan itu adalah mengatasi rasa takut.
8.4. Tidak penting darimana asalnya kita, tetapi yang utama adalah kita tahu kemana kita akan melangkah.

Aku beri 1000 jempol untuk film ini. Film yang bebas umbar aurat meski pun ada unsur love scenenya. Juga tidak mengumbar amarah antara orangtua kepada anak atau sebaliknya. 

TIDAK NONTON, MENYESAL!
Terutama kepada para ayah muda, bisa belajar menjadi ayah yang keras tapi bijaksana kepada anak laki-lakinya. 


No comments: