Tuesday, November 07, 2006

Cerber: Pagar hati dan raga (ending)

Setelah masa libur sekolah selesai, maka berakhir pula kehidupan mentoringku.Ada kebingungan dalam diriku. Bagaimana dengan profile baruku ini. Muslimah berjilbab?.Aku sudah terbiasa, tapi rasanya tidak ada alasan untuk meneruskan profile baru inike dalam kehidupan sebelumnya. Entah mengapa aku harus punya alasan jelas kenapa memakai jilbab.Itu apabila ada teman-teman SMA-ku bertanya. Atau apabila ada kenalan orang tua dan tetanggayang bertanya tentang perubahanku. Akhirnya karena tidak menemukan alasan yang jelas itu, kulepas jilbabku, kembali ke kehidupan muslimah remaja dengan gaya baju kebarat-baratan.

Aku terhenyak dari lamunanku. Terlempar ke tahun 1998, 3 tahun sebelum aku mendapat hidayah untuk berjilbab.Aku sedang berada di dalam sebuah mobil, dengan seorang lelaki Jepang yang biasa ku panggil'Pak Imam'. Seorang dokter internist, memiliki keluarga yang sangat dikenal dikalangan siswa-siswaIndonesia di kota Shizuoka. Nama panggilan itu diberikan oleh seniorku, dan jadi panggilan sayang seluruhorang Indonesia di kota Shizuoka,tempatku belajar bahasa Jepang.

Pak Imam bertanya padaku, 'Novi-san, kenapa Ita-san sekarang tidak berjilbab lagi?.Apakah jilbab itu benda yang gampang di pasang dan di lepas?. Tuhan kalian tidak marahkah?'.Waduh, aku mesti menjawab bagaimana. Yang dibicarakan Pak Imam, yaitu Ita-san adalah seniorku.Aku biasa panggil dengan sebutan 'Teh Ita'. Orangnya sangat supel, aktif, banyak teman, wanita yang berpikiranpositif, bicara ceplas ceplos dan selalu tertawa lebar.
Teh Ita itu tiba-tiba kembali datang ke Jepang setelah beberapa saat berada di tanah air. Kali dengan tampilan baru, berjilbab. Kami, teman-temannya merasa sedikit khawatir dengan perubahannya.Karena 'image' teh Ita itu terlalu berlawanan dengan 'image' muslimah yang seharusnya.

Teh Ita selalu berbicara dengan banyak orang bahwa jilbab itu tidak akan menghalanginya dapat pekerjaandi Jepang. Dan dia membuktikan bahwa dia memang gampang sekali mendapatkan pekerjaan. Aku sampai salut padanya.Tapi perubahan itu hanya sebentar, karena tiba-tiba Teh Ita kembali pada penampilan awalnya. Alasannya karena dia perlu pekerjaan baru yang lebih banyak uangnya, dan itu adalah bekerjasebagai pelayan di restoran. Bekerja sebagai pelayan adalah bertemu dengan tamu, melayani tamu.Untuk itu tidak mungkin menggunakan jilbab, sebuah peraturan yang dibuat manusia tanpa hukum yang jelas.Yang lebih menyedihkan adalah peraturan ini tidak hanya berlaku di Jepang, tapi juga di Indonesia.

Sebenarnya banyak sudah kudengar bahwa teman-teman wanita seiman yang terpaksa membuka jilbabnya setelah tiba di Jepang.Hal ini terpaksa dilakukan karena susahnya mendapatkan pekerjaan lepas waktu di Jepang dengan penampilan seperti itu. Padahal untuk bersekolah di Jepang kami perlu mencari penghasilan sendiri, hal ini berlaku untuk orang-orang yang kuliah ke Jepang tanpa beasiswa.Kesempatan kerja paruh waktu di negeri sakura ini banyak sekali dan bisa jadi sumber penghasilanyang menjamin bayaran sekolah dan belanja kebutuhan sehari-hari. Surga dunia. Tapi, ternyata menyebabkanwanita berjilbab yang terpaksa melepaskan jilbabnya, mengorbankan rasa cinta kasihnya kepada Allah swt. Aku tidak tau apakah itu merupakan pilihan yang baik?. Yang aku yakini sekarang ini adalah, keputusan membuka jilbab demi sesuap nasi dan membayar uang sekolah bukanlah keputusan yang gampang.

Aku kembali tidak punya jawaban yang baik dan logis untuk pertanyaan Pak Imam tadi.Semuanya kututup rapat-rapat dalam hati. Pertanyaan itu lebih pantas dijawab oleh Teh Ita, karena dialahyang paling tahu kondisi hatinya.

Lalu mengapa aku tiba-tiba berjilbab?. Karena selama 10 tahun aku terus menyandang rasa sesal telah melepaskan 'pagar hati dan jiwa' yang pernah kutemukan di masa SMA. Kedamaian hati yang pernah kuperoleh dari Allah swt .Aku merasa telah menyia-nyiakan umurku tanpa 'pagar hati dan jiwa' itu. Rasa gersang dan garing yang kurasakan selama kehidupanku di Jepang ini, telah membuka mataku, menyentuh kalbuku dan memberikanku kekuatan jiwa untuk mempertegas kembali bahwa 'aku adalah muslimah'. Aku ingin mereka-orang Jepang tidak menginjak-nginjak nilai agamaku. Aku tidak ingin mereka menganggap bahwa Islam adalah agama yang plin plan gara-gara ketidakjelasan identitas yang kusandang. Mungkin yang terpenting adalah aku ingin menjalankan tugasku sebagai seorang muslimah. Bukan sekedar untuk menjadi contoh, ilham bagi yang lainnya, tapi tulus ingin memperoleh perlindungan dari Allah swt. Akhirnya semua ini sampai pada suatu kesadaran untuk mempertanggungjawabkan jati diriku sebagai muslimah.

Allah Ta’ala berfirman:
Aku sesuai de-ngan persangkaan hambaKu kepadaKu, Aku bersamanya (dengan ilmu dan rah-mat) bila dia ingat Aku. Jika dia meng-ingatKu dalam dirinya, Aku mengingat-nya dalam diriKu. Jika dia menyebut namaKu dalam suatu perkumpulan, AKu menyebutnya dalam perkumpulan yang lebih baik dari mereka. Bila dia mende-kat kepadaKu sejengkal, Aku mendekat kepadanya sehasta. Jika dia mendekat kepadaKu sehasta, Aku mendekat ke-padanya sedepa. Jika dia datang kepa-daKu dengan berjalan (biasa), maka Aku mendatanginya dengan berjalan cepat”. (HR. Bukhari-Muslim).

Hanya saja yang aku rasakan adalah perlunya keberanian dan keikhalasan untuk berjilbab.Keberanian ini menyangkut konsistensi muslimah untuk terus berjilbab, setelah ditutup tidak dibukakarena kondisi sekitarnya. Walaupun itu menyangkut pekerjaan, hubungan dengan kekasih, teman, atauhal-hal lain yang tidak bisa begitu saja diabaikan.

Ketika memutuskan berjilbab di negeri non-muslim ini,aku sudah letakkan prediksi terburuk di kepalaku, yakni kehilangan pekerjaan yang ada saat itu. Jenis pekerjaan yang banyakberhadapan dengan tamu. Aku memohon kepada Allah swt untuk memberikan yang terbaik bagiku, karenaaku percaya pada-Nya. Maka ketika aku berjilbab, kekhawatiran akan kehilangan pekerjaan itu tidak terbukti sama sekali. Sungguh membingungkan. Apakah benar bisa semulus ini hidupku?.

Tahun 2001 September aku berjilbab, hingga tahun 2004 aku meneruskan hidup di Jepang .Tidak pernah ada satu kasus pun aku kehilangan pekerjaan . Bahkan, jumlah rejeki yang diberikan Allah swt kepadaku semakin bertambah. Rejeki bukan hanya uang, tapi semua kemudahan dalam menjalani hidup ini. Semua jalan di depan mataku seolah terbuka lebar untuk berkarya. Sungguh menakjubkan. Sungguh memberi kedamaian hingga saat ini. Sungguh menguatkan diriku untuk bangga menyandang identitas bahwa 'aku adalah muslimah'. Subhanallah.

Bila kita bersangka baik kepada Allah swt maka Allah swt pun akan memberikan kita yang terbaik.

Insya Allah.
Semoga bermanfaat.
Pengalaman nyata dari Novi Mudhakir
*Sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah swt karena telah bertambah anggota keluarga yang berjilbab, yakni kak En tercinta.

1 comment:

Anonymous said...

Ini, setiap Rabu ada cerber baru di blog CANTIK SELAMANYA. Bagus deh.

Judulnya "Nita Si Sekretaris".

Lihat dulu dari episode satu, dua, tiga, baru keempat.

Luar biasa, deh!